• Analisis Hilangnya Ayat Tembakau


    “Ayat tembakau hilang”. Kata-kata tersebut seakan menambah aib ketidak-profesionalan dari proses pemerintahan di Indonesia. Kejadian ini merupakan suatu skandal legislasi yang belum diketahui secara persis apa yang menjadi motiv dan penyebabnya.
    Ayat yang mengatur tembakau hilang dari Undang-undang tentang Kesehatan yang telah disahkan dalam sidang Paripurna DPR bersama pemerintah pertengahan September lalu. Ayat dalam pasal 113 yang mengatur pengamanan zat adiktif tersebut, raib sebelum undang-undang ditandatangani oleh presiden dan dicatat dalam lembar negara di Sekretariat Negara.
    Ayat 2 yang hilang itu berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/ atau masyarakat sekelilingnya.". Namun, dalam bagian penjelasan pasal 113 masih terdiri dari tiga ayat termasuk penjelasan tentang ayat 2.
    Secara objektiv, ada beberapa kemungkinan ayat bisa hilang, pertama faktor ketidaksengajaan yang terjadi dalam proses transkrip rekaman rapat pembahasan undang-undang. Kedua, penghilangan itu kemungkinan disengaja sehingga harus ada upaya hukum karena merupakan bentuk pelanggaran konstitusional. Undang-undang tersebut sudah melalui pengesahan di sidang parupurna antara DPR dan pemerintah, sehingga sudah berlaku dan mengikat semua warga negara.
    Namun, secara kritis kasus hilangnya ayat penting yang membahas mengenai pengendalian produk tembakau ini sangat bukan tidak mungkin untuk tidak terlepas dari adanya suatu konspirasi dan skandal suap yang melibatkan oknum tertentu di tubuh lembaga legislatif negara kita. Karena, sekurangnya follow up dari disahkannya undang-undang, khususnya ayat yang besangkutan, akan member imbas bagi para pengusaha rokok, yang notabene mempunyai kekuasaan besar dalam urusan financial.
    Bagaimanapun kasus ini merupakan kasus teramat serius yang harus segera diusut oleh pihak yang berwajib, karena penghilangan ayat itu termasuk tindakan pidana karena melanggar Undang-undnag Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan apabila dilakukan oleh internal DPR merupakan bentuk pelanggaran kode etik sebagai perilaku yang tercela. Kejahatan ini harus diinvestigasi dan diusut tuntas dan pelakunya harus bertanggungjawab.
    Jika kita analisis dari segi landasan Sosiologis, berkaitan dengan ayat yang hilang ini, maka sepatutnya sebuah Negara mementingkan kesehatan rakyatnya. Namun sungguh ironi dengan keadaan yang terjadi di Indonesia dimana, kematian akibat penyakit terkait kebiasaan merokok sebanyak 200.000-400.000 jiwa dalam setahun. Jika memang alasannya seputar ekonomi, yaitu bahwa industri rokok memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian bangsa, rasanya pendapat tersebut-pun harus kita kaji kembali, karena pada kenyataannya sesungguhnya kerugian akibat merokok di Indonesia mencapai Rp. 180 Triliun per tahun, sedangkan pemasukan dari cukai tembakau dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 hanya sebesar Rp 52 triliun-Rp 53 triliun saja.
    Menunjukkan keberpihakkan saya atas adanya pengendalian produk tembakau ini, sesungguhnya dalam ayat undang-undang tersebut juga bukan berarti ingin mematikan industri rokok yang memang tidak bisa dinafikkan bahwa keberadaannya juga memberi kontribusi bagi penyediaan jumlah lapangan kerja bagi rakyat Indonesia. Disamping itu, bagaimanapun produk tembakau sebut saja rokok ini akan tetap mempunyai pecandunya. Namun para, pemerhati kesehatan ingin menyelamatkan para pemula. Karena, sekarang perokok di bawah usia 10 tahun meningkat 400 persen. Dan hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mengkhawatirkan bagi kualitas generasi bangsa.
    Menganggapi kasus ini, sudah sepatutnya kejadian ini menjadi suatu pelajaran bagi sehatnya proses legislasi di Negara kita. Kedepannya, diharapkan DPR yang baru untuk mampu mendokumentasikan setiap tahapan legislasi dalam bentuk risalah sidang yang bisa segera diakses public. Agar nantinya akan segera terjadi suatu kontrol publik yang sehat pula. Supaya proses legislative di Negara kita memang benar-benar mencerminkan suatu proses penyampaian aspirasi rakyat Indonesia, atas tuntutan kebutuhan-kebutuhan yang menjadi haknya dari suatu Negara. Termasuk kebutuhan akan jaminan kenyaman dan kesehatan, dan bukan justru menjadi suatu lembaga yang didalamnya hanya menjadi ladang “bisnis legislatif” bagi oknum mafia yang mengaku sebagai wakil rakyat.
  • You might also like

    1 komentar:

    1. How to Play Baccarat Online - 2021 Guide to Betting with
      In the past, there were casinos where players could play Baccarat games. In the '80s, casinos were known as "casinofreak" because they offered a game 안전 바카라 사이트

      BalasHapus

Sample Text

Selamat datang... Trimakasih telah berkunjung ke blog ini... ^^

Followers

Daftar Blog Saya

.. "Ballighu annii walau aayah.. (sampaikanlah walau hanya satu ayat)"

Translate

FEEDJIT Recommended Reading

FEEDJIT Live Traffic Feed

FEEDJIT Live Traffic Map