• Model Pemerintahan Masa Depan

    Model Pemerintahan Masa Depan


    Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan profesional. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan (bureaucracy reengineering). Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang pemerintah (pusat dan daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya. Dari sisi eksternal, pemerintah akan menghadapi globalisasi yang sarat dengan persaingan dan liberalisme arus informasi, investasi, modal, tenaga kerja, dan budaya. Di sisi internal, pemerintah akan mengahadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya. Pada era ini, ketika globalisasi sudah semakin meluas, pemerintah (termasuk pemerintah daerah) akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan , seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Di masa depan, negara menjadi terlalu besar untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tetapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

    Perspektif baru pemerintah menurut pakar manajemen dan administrasi publik mengenai modell pemerintahan daerah masa depan sebagai berikut :

    1. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
    Pemerintah wirausaha memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit lainnya). Pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.

    2. Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani.
    Pemerintah memberikan wewenang kepada (memberdayakan) masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai misal, untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, pemerintah memberikan wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

    3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik.
    Pemerintah wirausaha berusaha menciptakan kompetisi karena ompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.

    4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
    Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.

    5. Pemerintah yang berorientasi pada hasil: membiayai hasil bukan masukan.
    Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif dengan cara membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

    6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi.
    Pemerintah wirausaha akan berusaha mengidentifikasikan pelanggan yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat.

    7. Pemerintahan wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan.
    Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.

    8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati.
    Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Pemerintah tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk mengantisipasi masa depan melalui perencanaan strategisnya.

    9. Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
    Pemerintah wirausaha memberikan kesempatan pada masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan.

    10. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
    Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar sebagai dasar untuk alokasi sumberdaya yang dimilikinya. Pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

    model pemerintahan daerah masa depan memang merupakan konsep yang monumental, akan tetapi tanpa diikuti dengan perubahan-perubahan lain seperti dilakukannya bureaucracy reengineering, rightsizing, dan perbaikan mekanisme reward and punishment, maka konsep model pemerintahan daerah masa depan tidak akan dapat mengatasi permasalahan birokrasi selama ini. Penerapan konsep reinventing government membutuhkan arah yang jelas dan political will yang kuat dari pemerintah dan dukungan masyarakat. Selain itu, yang terpenting adalah adanya perubahan pola pikir dan mentalitas baru di tubuh birokrasi pemerintah itu sendiri karena sebaik apapun konsep yang ditawarkan jika semangat dan mentalitas penyelenggara pemerintahan masih menggunakan paradigma lama, konsep tersebut hanya akan menjadi slogan kosong tanpa membawa perubahan apa-apa.

    Pengawasan

    Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya berarti pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus diikuti dengan pengawasan yang kuat. Penguatan fungsi pengawasan dapat dilakukan melalui optimalisasi peran DPRD sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) bagi eksekutif daerah dan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung melalui LSM dan organisasi sosial kemasyarakatan di daerah. Pengawasan oleh DPRD tersebut harus sudah dilakukan sejak tahap perencanaan, tidak hanya pada tahap pelaksanaan dan pelaporan saja sebagaimana yang terjadi selama ini. Hal ini penting karena dalam era otonomi, DPRD memiliki kewenangan untuk menentukan Arah dan Kebijakan Umum APBD. Apabila DPRD lemah dalam tahap perencanaan (penentuan Arah dan Kebijakan Umum APBD), maka dikhawatirkan pada tahap pelaksanaan akan mengalami banyak penyimpangan. Akan tetapi harus dipahami oleh anggota DPRD bahwa pengawasan terhadap eksekutif daerah hanyalah pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan (policy) yang digariskan bukan pemeriksaan. Fungsi pemeriksaan hendaknya diserahkan kepada lembaga pemeriksa yang memiliki otoritas dan keahlian profesional, misalnya BPK, BPKP, atau akuntan publik yang independen.
  • You might also like

    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar

Sample Text

Selamat datang... Trimakasih telah berkunjung ke blog ini... ^^

Followers

Daftar Blog Saya

.. "Ballighu annii walau aayah.. (sampaikanlah walau hanya satu ayat)"

Translate

FEEDJIT Recommended Reading

FEEDJIT Live Traffic Feed

FEEDJIT Live Traffic Map